IMPLEMENTASI
TQM
DALAM PENDIDIKAN ISLAM TINJAUAN APLIKATIF (PRAKTIS)
Disusun Oleh:
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banyak masalah mutu yang dihadapi dalam dunia pendidikan, seperti mutu lulusan,
mutu pengajaran, bimbingan dan latihan dari guru, serta mutu profesionalisme
dan kinerja guru. Mutu-mutu tersebut terkait dengan mutu manajerial para
pimpinan pendidikan, keterbatasan dana, sarana, dan prasarana, fasilitas
pendidikan, media, sumber belajar, alat dan bahan latihan, iklim sekolah,
lingkungan pendidikan, serta dukungan dari pihak-pihak yang terkait dengan
pendidikan tersebut berujung pada rendahnya mutu lulusan. Mutu lulusan yang rendah
dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti lulusan tidak dapat melanjutkan
studi, tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat dan tidak produktif.
Sehubungan dengan persoalan tersebut, pemerintah telah
mengeluarkan berbagai peraturan perundang – undangan yang mendorong
peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Undang – undang Sisdiknas nomor
20 Tahun 2003 mengaskan bahwa pengendalian dan evaluasi mutu pendidikan harus
dilakukan, baik terhadap program maupun terhadap institusi pendidikan secara
berkelanjutan. Begitu pula dalam peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
dijelaskan bahwa penetapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu. dengan manajemen yang baik satuan
pendidikan akan berhasil memenuhi tuntutan
mutu atau kualitas pendidikan
yang sesuai dengan standar nasional pendidikan, sehingga melalui
manajemen yang baik diharapkan menghasilkan kualitas pendidikan yang baik.
Lembaga pendidikan Islam sebagai wadah proses penanaman nilai-nilai
pendidikan Islam sekaligus pemegang amanat pendidikan Nasional pun bermasalah
dengan mutu, banyaknya lulusan lembaga pendidikan Islam yang tidak berprestasi
dan kurang tertanamnya nilai-nilai Islami menjadi bukti mutu lembaga pendidikan
Islam belum sesuai harapan, dalam upaya perbaikan memerlukan Total Quality
Manajemen (TQM) dalam rangka menjamin lulusannya sesuai dengan tujuan visi dan
misi lembaga pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari latar belakang masalah diatas, maka
rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Apa pengertian implementasi TQM?
2.
Bagaimana TQM dalam dunia pendidikan?
3.
Bagaimana prinsip implementasi TQM
dalam lembaga pendidikan?
4.
Bagaimana pilar TQM dalam lembaga
pendidikan?
5.
Bagaimana langkah-langkah
implementasi TQM dalam lembaga pendidikan?
6.
Bagaimana kegagalan dalam
implementasi TQM?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Implementasi TQM
Total
Quality Manajemen (TQM) ini sekarang sedang marak dibicarakan dimana-mana.
Sebelum membicarakan lebih lanjut bagaimana implementasi TQM dalam pendidikan,
kita harus memahami dulu apa dan bagaimana pengertian “implementasi” kemudian
kita sandingkan dengan pengertian Total Quality Manajemen (TQM) sehingga dapat
ditarik pengertian yang utuh.
Dalam Kamus
Ilmiah Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa pengertian “implementasi” adalah
penerapan; penggunaan implemen dalam kerja; pelaksanaan; pengerjaan hingga
menjadi terwujud; pengejawantahan; dan penerapan implemen.[1]
Kemudian
untuk TQM (Total Quality Manajemen) sendiri, Soewarso Hardjosoedarmo memberikan
pengertian yang cukup menyeluruh, bahwa TQM adalah penerapan metode kuantitatif
dan pengetahuan kemanusiaan untuk: 1) memperbaiki material dan jasa yang
menjadi masukan organisasi, 2) memperbaiki semua proses penting dalam
organisasi, dan 3) memperbaiki upaya memenuhi kebutuhan para pemakai produk dan
jasa pada masa kini dan waktu yang akan datang.[2] Dalam
sumber yang lain, Veithzal Rivai menjelaskan, bahwa TQM adalah satu himpunan
prinsip-prinsip, alat-alat dan prosedur-prosedur yang memberikan tuntunan dalam
praktik penyelenggaraan organisasi. TQM melibatkan seluruh anggota organisasi
dalam mengendalikan dan secara kontinu meningkatkan bagaimana kerja harus
dilakukan dalam upaya mencapai harapan pengguna atau pelanggan (customer)
mengenai mutu produk atau jasa yang dihasilkan organisasi.[3]
Dari beberapa
pengertian ini, bisa kita ambil pemahaman, bahwa Implementasi Total Quality
Manajeman (TQM) adalah penerapan atau pengejawantahan konsep manajemen yang
melibatkan seluruh komponen dalam organisasi untuk bersama-sama berkontribusi
dalam kebijakan organisasi yang berorientasi pada perbaikan mutu produk untuk
kepuasan pelanggan (customer).
B. TQM dalam Lembaga Pendidikan
Konsep TQM
awalnya berasal dan diimplementasikan dalam dunia usaha atau bisnis. Akan
tetapi, seiring berkembangnya waktu, maka konsep ini mulai diberlakukan di
berbagai macam organisasi, termasuk pada lembaga pendidikan. Hal itu
dikarenakan konsep ini tidak hanya bisa bekerja secara spesifik pada perusahaan
saja, tetapi sesuai juga pada bentuk organisasi lainnya, mungkin yang berbeda
di sini adalah produk yang dihasilkan, tergantung apa jenis organisasinya.
Ada beberapa
pertimbangan yang dijadikan landasan penerapan TQM di lembaga pendidikan. Para
pendidik harus bertanggung jawab terhadap tugas mereka secara proaktif. Mereka
harus mengembangkan proses pemecahan masalah yang masuk akal dan dapat
mengidentifikasi serta menuju pada penyebab utamanya. Sekolah harus mampu
menjadi organisasi percontohan dan dapat mengukur apa saja yang berfungsi
dengan baik dan apa yang tidak, sehingga akan didapatkan suatu sistem yang baik
dalam kelembagaan sekolah. Ada empat alasan utama dalam adopsi TQM di lembaga
pendidikan, antara lain:[4]
1.
Para pendidik harus bertanggung
jawab terhadap tugas dan fungsi mereka, karena para pendidik merupakan faktor
utama bagi peningkatan sekolah. Para pendidik harus mengendalikan proses
penyelesaian masalah yang berdampak pada lingkungan belajar di sekolah.
2.
Pendidikan membutuhkan proses
pemecahan masalah yang peka dan fokus pada identifikasi dan penyelesaian
penyebab utama yang menimbulkan masalah tersebut. Semua akar dalam masalah
pendidikan bersifat sistemik, yaitu berasal dari akar masalah yang berada dari
komunitas sekolah dan berimplikasi pada kegiatan belajar mengajar di sekolah
itu sendiri.
3.
Organisasi sekolah harus menjadi model
organisasi belajar semua organisasi.
4.
Melalui integrasi TQM di lembaga
pendidikan, masyarakat dapat menemukan mengapa sistem pendidikan yang ada saat
ini tidak berjalan dengan baik.
C. Prinsip Implementasi TQM dalam
Pendidikan
Sekolah yang
menerapkan Total Quality Manajeman (TQM), sekolah tersebut harus melaksanakan
program mutu pendidikan dengan berpegang pada prinsip-prinsip sebagai berikut:[5]
1.
Berfokus
pada konsumen
Setiap orang di sekolah harus
memahami, bahwa setiap produk pendidikan mempunyai pengguna (customer).
Setiap anggota dari sekolah adalah pemasok (supplier) dan pengguna (customer).
Pelanggan disini ada dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal.
Pelanggan internal meliputi orang tua siswa, siswa, guru, administrator, staff
dan majlis sekolah. Pelanggan eksternal, seperti masayarakat, pemimpin
perusahaan-industri, lembaga pemerintah, lembaga swasta, dan perguruan tinggi
2.
Keterlibatan
menyeluruh
Semua orang dalam lembaga pendidikan
harus terlibat dalam transformasi mutu, manajemen harus berkomitmen dan
terfokus pada peningkatan mutu.
3.
Pengukuran
Dalam paradigma baru, para
profesional pendidikan harus belajar mengukur mutu pendidikan dari kemampuan
dan kinerja lulusan berdasarkan penggguna (customer). Melalui
pengumpulan dan analisis data, para profesional pendidikan akan mengetahui
nilai tambah dari pendidikan, kelemahan dan hambatan yang dihadapi, serta upaya
penyempurnaannya.
4.
Pendidikan
sebagai sistem
Pendidikan sebagai sistem memiliki
sejumlah komponen, seperti siswa, guru, kurikulum, sarana-prasarana, media,
sumber belajar, orang tua dan lingkungan. Di antara komponen-komponen tersebut,
terjalin hubungan yang yang berkesinambungan dan keterpaduan dalam pelaksanaan
sistem.
5.
Perbaikan
yang berkelanjutan
Dalam filsafat mutu, menganut prinsip,
bahwa setiap proses perlu diperbaiki dan tidak ada proses yang sempurna, perlu
selalu diperbaiki dan disempurnakan.
D. Pilar TQM dalam Lembaga Pendidikan
Dalam
mengimplemantasikan TQM di lembaga pendidikan, kita tidak boleh meninggalkan
lima pilar yang sangat menentukan tegaknya organisasi kelembagaan dalam rangka
menghasilkan produk yang berkualitas. Prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus
dibangun atas dasar 5 pilar sistem yaitu; Produk, Proses, Organisasi,
Kepemimpinan, dan Komitmen.
Lima pilar
utama TQM disini adalah adanya produk yang dihasilkan, proses yang dilakukan
dalam menghasilkan produk dan, organisasi yang digerakkan oleh seorang
pemimpin, serta adanya komitmen di antara para pemimpin di dalam suatu
organisasi. Istilah manager dan pemimpin janganlah dicampur adukkan, karena
kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari manajemen. Manajer melaksanakan
fungsi-fungsi pengawasan, termasuk dalam fungsi itu adalah perlunya memimpin
dan mengarahkan.[6]
Jadi, antara
pemimpin dan manajer adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Kemudian, berjalannya lima pilar ini sangat menentukan keberhasilan
implementasi TQM di lembaga pendidikan dan yang menggerakkannya tiada lain
adalah pimpinan tertinggi di sekolah. Untuk itu, fungsi dan peran pemimpin untuk
menggerakkan sistem mutu ini sangat penting adanya.
E. Langkah-Langkah Implementasi TQM dalam Pendidikan
Dalam Total
Quality Management (TQM) atau kalau kita terjemahkan adalah Manajemen Mutu
Terpadu (MMT), sekolah dipahami sebagai unit layanan jasa, yaitu pelayanan
pembelajaran.[7] Jasa
merupakan segenap kegiatan ekonomi yang menghasilkan output (keluaran) berupa
produk (hasil karya) non fisik, yang lazimnya dikonsumsi pada saat diproduksi
dan memberi nilai tambah pada bentuk (form), seperti kepraktisan, kecocokan,
kepantasan, kenyamanan dan kesehatan, yang pada intinya menarik cita rasa pada
pembeli pertama. Jasa pendidikan di sini merupakan jasa yang bersifat kompleks
karena bersifat padat karya dan padat modal. Artinya, dibutuhkan banyak tenaga
kerja yang memiliki skill khusus dalam bidang pendidikan dan padat modal karena
membutuhkan infrastruktur (peralatan) yang lengkap.
Sebagai unit
layanan jasa, yang dilayani sekolah adalah: 1) pelanggan internal: guru,
pustakawan, teknisi dan tenaga administrasi; 2) pelanggan eksternal: pelanggan
primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat) dan
pelanggan tersier (pemakai/penerima lulusan di perguruan tinggi maupun dunia
usaha).
Dalam dunia
pendidikan atau lebih tepatnya dalam lembaga pendidikan, konsep Total Quality
Management (TQM) ini dapat diimplementasikan dengan beberapa fase teoritik
sebagaimana klasifikasi yang disampaikan Goetsch dan Davis (1994), yaitu fase
persiapan, fase perencanaan, dan fase pelaksanaan. Penjabarnnya sebagai berikut:
1.
Fase
Persiapan[8]
Fase ini terdiri dari 10 langkah,
yang mana sebelum langkah pertama dimulai, syarat utama yang harus dipenuhi
adalah adanya komitmen penuh dari manajemen puncak atas waktu dan sumber daya
yang dibutuhkan. Langkah-langkahnya antara lain:
a.
Membentuk Total Quality Steering
Committee (SC). Pimpinan puncak menunjuk staf terdekat (bawahan
langsungnya) untuk menjadi anggota steering committee (SC), kemudian ia
sendiri menjadi ketuanya.
b.
Membentuk Tim. Steering
Committee perlu mengadakan suatu sesi pembentukan tim sebelum memulai
kegiatan TQM. Biasanya, langkah ini membutuhkan konsultan. Kalau dalam
pendidikan, perlu didatangkan dari luar seorang konsultan pendidikan. Lebih
baik sesi ini dilakukan di luar lembaga pendidikan. Agar bisa lebih fokus melakukan
pembahasan tanpa mengganggu proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar).
c.
Pelatihan TQM. SC (Steering
Commitee) membutuhkan pelatihan yang berkaitani dengan filosofi, teknik dan
alat-alat TQM sebelum memulai aktifitas TQM. Dalam pelatihan ini, perlu mendatangkan
pula seorang konsultan. Kemudian pada jangka panjangnya, juga diadakan
pelatihan yang serupa sebagai follow up dari pelatihan yang pertama.
d.
Menyusun Pernyataan Visi dan Prinsip
sebagai Pedoman. Usaha yang pertama dalam TQM adalah penyusunan visi organisasi
dan pedoman operasi organisasi.
e.
Menyusun Tujuan Umum. SC menyusun
tujuan umum dari organisasi (perusahaan atau sekolah) berdasarkan pernyataan
visi yang telah ditetapkan.
f. Komunikasi dan Publikasi. Pemimpin puncak dan SC perlu
mengkomunikasikan setiap informasi mengenai visi dan misi, prinsip-prinsip
sebagai pedoman, tujuan dan konsep TQM.
g. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan. SC harus secara obyektif
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi. Ini sangat penting untuk
mencari pendekatan terbaik dalam pelaksanaan TQM dan bisa untuk menyoroti
kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki. Kemudian melakukan
perbaikan-perbaikan strategis ke depannya.
h. Identifikasi Pendukung dan Penolak. Langkah ini bisa dilakukan bersamaan
dengan langkah identikasi kelemahan dan kekuatan atau sesudahnya. Di sini, SC
mengidentifikasi orang-orang kunci yang mungkin menjadi penolak dan pendukung
TQM. Terutama untuk anggota penolak TQM, ini dimungkinkan terjadi, karena ada
kemungkinan orang tersebut belum paham dan siap dengan konsep TQM yang telah
dijalankan. Dalam hal ini perlu dicari akar permasalahannya dan diadakan
langkah-langkah untuk meminimalisirnya.
i. Memperkirakan Sikap Karyawan. Dengan bantuan personalia atau
konsultan luar, SC perlu berusaha memperkirakan sikap karyawan pada saat ini.
Pimpinan perlu memberikan judgment yang obyektif. Jika itu sudah
dilakukan, akan dapat diketahui apakah TQM berjalan atau tidak.
j. Mengukur Kepuasan Pelanggan. SC perlu berusaha mendapatkan umpan
balik obyektif dari para pelanggan guna menentukan tingkat kepuasan mereka.
Survai kepada pelanggan sebaiknya dilakukan secara acak.
2.
Fase
Perencanaan[9]
Dalam fase ini ada empat (4) langkah
yang harus dijalani secara sistematis. Karena semuanya membentuk sistem yang
saling mempengaruhi. Adapun langkah-langkahnya adalah:
a.
Merencanakan pendekatan
implementasi, kemudian menggunakan siklus Plan – Do – Check – Adjust. Pada
langkah ini, SC merencanakan implementasi TQM. Langkah ini bersifat
terus-menerus, karena pada saat aktivitas pembelajaran berlangsung, informasi-informasi
umpan balik akan dikembalikan pada langkah ini untuk melakukan perbaikan,
peyesuaian, dan sebagainya.
b.
Identifikasi Proyek. SC
bertanggung jawab untuk memilih proyek atau program kegiatan awal TQM, yang
didasarkan pada kekuatan dan kelemahan perusahaan, personil yang terlibat, visi
dan tujuan, dan kemungkinan keberhasilannya.
c.
Komposisi Tim. Steering
Committee membentuk komposisi tim-tim yang akan melaksanakan program TQM
tersebut.
d.
Pelatihan Tim. Sebelum tim
yang baru terbentuk untuk melaksanakan tugasnya, mareka harus dilatih terlebih
dahulu. Pelatihan yang diberikan harus mencakup dasar-dasar TQM dan instrumen
yang sesuai untuk melaksanakan program kegiatan yang akan mereka laksanakan.
3.
Fase
Pelaksanaan[10]
a.
Penggiatan Tim. Steering Committee
memberikan bimbingan kepada setiap tim dan mengaktifkan mereka. Masing-masing
tim menggunakan teknik TQM yang telah mereka pelajari. Mereka menggunakan
siklus Plan-Do-Check-Action sebagai model proses TQM.
b.
Umpan balik kepada Steering
Committee. Masing-masing tim memberikan informasi umpan balik dari pelanggan, baik
pelanggan internal maupun eksternal. Survai formal pelanggan perlu dilakukan
setiap tahun. Data yang diperoleh mengenai kepuasan pelanggan dikumpulkan dan
diproses secara berkesinambungan.
c.
Umpan balik dari Karyawan. Setiap tim
yang berada dibawah kontrol SC secara periodik memantau sikap dan kepuasan
karyawan yang ada dibawahnya. Kemudian mengadakan komunikasi intensif dengan
steering committee.
d.
Memodifikasi Infrastruktur. Umpan balik
yang diperoleh dari langkah-langkah di atas (dari tim proyek, pelanggan dan
karyawan) akan dijadikan dasar oleh steering committee untuk melakukan
perubahan yang diperlukan dalam infrastruktur lembaga pendidikan.
Kemudian pada tataran praktis,
implementasi dari konsep teoritis di atas dapat dikembangkan dalam konteks
lembaga pendidikan. Kadang-kadang, terjadi kesulitan ketika menerapkan konsep
TQM yang memang dari awalnya berasal dari dunia bisnis perusahaan. Oleh karena
itu, Edward Sallis memberikan langkah-langkah yang sangat bermanfaat bagi
pengelola pendidikan untuk dapat mengimplemantasikan konsep tersebut dalam
sebuah lembaga pendidikan. Adapun langkah-langkahnya antara lain sebagai
berikut:[11]
a.
Kepemimpinan dan komitmen mutu harus
datang dari atas. Seluruh tokoh mutu menekankan bahwa tanpa dukungan
dari manajemen senior, maka sebuah inisiatif mutu tidak akan bertahan hidup.
Kepala sekolah harus menunjukkan komitmen yang kuat dan selalu memotivasi
supervisor lainnya agar selalu berupaya keras dan serius dalam meningkatkan
mutu ini.
b.
Menggembirakan pelanggan adalah
tujuan TQM. Hal ini dapat dicapai dengan usaha yang terus-menerus
untuk mencapai tujuan pelanggan, baik eksternal maupun internal. Kemudian
pandangan dari orang yang tidak bergabung di institusi juga dikumpulkan.
Informasi dari konsultasi ini harus disusun dan dianalisis kemudian digunakan
ketika membuat keputusan.
c.
Menunjuk fasilitator mutu. Fasilitator
mutu harus menyampaikan perkembangan mutu langsung kepada kepala sekolah.
Tanggung jawab fasilitator adalah mempublikasikan program dan memimpin kelompok
pengendali mutu dalam mengembangkan program mutu.
d.
Membentuk kelompok pengendali mutu. Kelompok
ini harus merepresentasikan perhatian-perhatian kunci dan harus merupakan
representasi dari tim manajemen senior. Perannya adalah untuk mengarahkan dan
mendorong proses peningkatan mutu. Ia adalah pengembang ide sekaligus inisiator
proyek.
e.
Menunjuk koordinator mutu. Dalam
setiap inisiatif dibutuhkan orang-orang yang memiliki waktu untuk melatih dan
menasehati orang-orang lain. Koordinator tidak mengerjakan seluruh proyek mutu.
Perannya adalah untuk membantu dan membimbing tim dalam menemukan cara baru
dalam menangani dan memecahkan masalah.
f. Mengadakan seminar manajemen senior untuk mengevaluasi program. Pelatihan
khusus dalam pendekatan strategis terhadap mutu mungkin dibutuhkan. Hal itu
dikarenakan mereka perlu memberi contoh pada tim dalam memajukan institusi.
g. Menganalisa dan mendiagnosa situasi yang ada. Proses ini
tidak bisa diremehkan, karena ia sangat menentukan seluruh proses mutu. Seluruh
institusi perlu menjelaskan dimana posisinya dan mana arah yang mereka tuju.
h. Menggunkaan contoh-contoh yang sudah berkembang di tempat lain. Ini bisa
berupa adaptasi dari salah satu “guru” mutu atau seorang tokoh pendidikan
khusus atau yang mengadaptasi pola TQM yang diterapkan di tempat lain untuk
kemudian diambil sisi positifnya dan bisa diterapkan di sekolah yang dipimpin.
i. Mempekerjakan konsultan eksternal. Langkah ini sangat baik dilakukan,
teruama jika ingin mencapai tingkat standar mutu internasional, semacam ISO.
Akan tetapi biayanya cenderung mahal, hanya sekolah yang dengan sumber dana
memadai yang bisa melakukan itu.
j. Memprakarsai pelatihan mutu bagi para staf. Pelatihan
adalah tahap implementasi awal yang sangat penting. Oleh karena itu setiap
orang perlu dilatih dasar-dasar TQM. Staf membutuhkan pengetahuan tentang
beberapa alat kunci yang mencakup tim kerja, metode evaluasi, pemecahan
masalah, dan teknik pembuatan keputusan.
k. Mengkomunikasikan pesan mutu. Strategi, relevansi dan keuntungan
TQM harus dikomunikasikan secara efektif. Program jangka panjang harus
dirancang secara jelas. Staf harus mendapatkan informasi atau laporan secara
regular melalui surat kabar atau jurnal.
l. Mengukur biaya mutu. Mengetahui biaya dalam implementasi program mutu
merupakan hal yang penting. Demikian juga dengan biaya pengabaian mutu. Biaya
tersebut bisa muncul dari berkurangnya jumlah pendaftar, kegagalan murid,
kerusakan reputasi dan sebagainya. Pengujian terhadap biaya pengabaian mutu itu
juga perlu dilakukan, agar disatu sisi tetap berpegang pada program mutu, di
sisi lain juga ada kontrol terhadap biaya yang dikeluarkan.
m. Mengevaluasi program dalam interval yang teratur. Evaluasi
teratur harus menjadi bagian yang integral dalam program mutu. Evaluasi itu
harus dilakukan enam bulan sekali secara teratur dan hasil dari evaluasi itu
benar-bernar dijadikan bahan pertimbangan berjalannya program selanjutnya.
F.
Kegagalan
Dalam Implementasi TQM[12]
Banyak
lembaga pendidikan yang mampu menerapkan TQM, tetapi tidak sedikit pula yang
gagal menerapkannya. Faktor-faktor yang menjadi penghalang bagi perusahaan atau
sekolah dalam menerapkan TQM. Hal-hal yang perlu dihindari karena dapat
menggagalkan proses TQM adalah sebagai berikut:
1.
Kesenjangan komitmen manajemen
puncak
Manajemen puncak (kepala sekolah dan
para wakilnya) tidak menghayati sepenuhnya arti TQM, sehingga tidak mampu pula
membangun struktur organisasi yang diperlukan untuk pelaksanaan TQM dan tidak
mampunya membentuk sistem hadiah (reward system) yang mendorong
dilaksanakannya TQM.
2.
Salah memfokuskan perhatian
Salah memfokuskan pada salah satu
butir-butir atau sistematika TQM saja, sehingga mengabaikan butir-butir yang
lain. Seharusnya semua langkah-langkah dalam TQM dilakukan secara urut dan lengkap.
Karena semua bagaikan sistem yang saling mempengaruhi.
3.
Tidak tersedianya karyawan yang
memadai dan mendukung
Keberhasilan TQM didasari oleh
karyawan yang siap dan mempunyai komitmen akan tanggung jawab menjalani
tugasnya pada manajemen mutu terpadu. Komitmen tidak timbul hanya melalui
maklumat atau pengumuman resmi, tetapi memerlukan informasi kepada karyawan
tentang tujuan TQM dan pentingnya TQM bagi perusahaan mereka.
4.
Hanya mengandalkan pelatihan
semata-mata
Setelah latihan dilaksanakan,
selanjutnya adalah bagaimana hasil pelatihan itu dilaksanakan (by action).
Berarti ini memerlukan hal-hal lain, seperti perbaikan mutu, menciptakan
operasi yang lebih baik, jelas dan mengerti para karyawan.
5.
Harapan memperoleh sesaat, bukan
hasil jangka panjang
Pelaksanaan TQM memerlukan perubahan
organisasi secara menyeluruh dan budaya kerja. Perubahan tidak dapat segera
terjadi dalam waktu singkat dan cepat, bahkan hasilnya mungkin baru dapat
dirasakan satu sampai dengan dua tahun. Ketekukan dan kesabaran tim TQM di sini
sangat diperlukan.
6.
Memaksa mengadopsi suatu metode
padahal tidak cocok
Tidak semua teknik dalam TQM cocok
di berbagai lembaga. Hal ini perlu penyesuaian, bila tidak, hanyalah kegagalan
yang diperoleh. Pimpinan sekolah perlu secara luwes dalam menerapkan sistem
TQM, lalu mereka mempunyai kemauan untuk menelusuri kembali berbagai kekurangan
secara tepat. Sehingga, dapat menentukan
apakah sesuatu yang telah diadopsi itu cocok atau perlu penyesuaian dengan
kondisi serta situasi sekolah atau perusahaan mereka.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Total Quality Management (TQM) ini
sangat perlu diadopsi, diterapkan dan dikembangkan di dunia pendidikan, lembaga
pendidikan, khususnya lagi sekolah. Hal itu adalah sebuah keniscayaan, karena
seiring kemajuan IPTEK dan Sumber Daya Manusia (SDM), maka karyawan akan
semakin siap untuk diterapkannya konsep manajemen ini. Akan tetapi, TQM ini
bisa maksimal pada sekolah-sekolah yang memang sudah besar, dengan fasilitas
yang lengkap dan memadai. TQM bisa dilakukan juga di sekolah yang masih
berkembang di daerah-daerah pedesaan, dengan catatan perlu adanya usaha ekstra
keras dari kepala sekolah yang bersangkutan untuk menyatukan visi, mengadakan
pemahaman tantang konsep mutu dan memaksimalkan pendanaan untuk menggaji para
karyawannya dengan cukup. Karena di daerah-daerah pedesaan, orientasi
masyarakatnya kebanyakan adalah memenuhi kebutuhan hidup mereka masing-masing.
Jika ini terkendala, maka proses TQM akan terkendala.
2.
Konsep TQM ini tidak akan mencapai
tujuannya apabila prinsip-prinsip dalam TQM sendiri tidak dipegang dengan
teguh. Karena TQM ini sangat berhubungan dengan integritas dan loyalitas
karyawan, maka dalam jiwa pemimpinnya sampai karyawan tingkat paling bawah,
haruslah tertanam akan pentingnya “mutu” dalam kualitas tugas mereka
masing-masing. Jika ini sampai melenceng atau goyah, maka proses TQM akan
berjalan terseok dan tujuan TQM tidak akan pernah tercapai.
3.
Pilar-pilar TQM yang antara lain
adanya produk yang dihasilkan, proses yang dilakukan dalam
menghasilkan produk dan organisasi yang digerakkan oleh seorang pemimpin,
serta adanya komitmen di antara para pemimpin di dalam suatu organisasi.
Semua komponen ini membentuk satu sistem TQM yang saling mempengaruhi dan
digerakkan oleh salah satu pilarnya, yaitu pemimpin. Artinya, pemimpin disini
harus benar-benar piawai memainkan peranannya dalam menjalankan sistem
ini untuk mencapai tujuan program TQM yang telah dicanangkan.
4.
Implemantasi TQM pada dunia
pendidikan dan dunia bisnis memiliki perbedaan yang esensial. Hal itu bisa
dilihat dari produk dan tujuannya. Produk pada sekolah adalah lulusan yang siap
dengan ilmu pengetahuan plus prakteknya dan adanya sikap atau attitude
yang baik pada lulusannya. Indikator keberhasilannya adalah lulusan dapat
diterima di perguruan tinggi yang berkualitas, dapat diterima di dunia kerja
dan bisa menjalani segala peran hidupnya dengan sikap/karakter/akhlaq yang baik
dimana pun dia berada. Sedangkan, jika perusahaan bisnis adalah ada pada produk
barang atau jasa yang berkualitas dan indikatornya adalah adanya keuntungan
yang sebesar-besarnya pada perusahaan. Akan tetapi, dalam langkah
implementasinya, keduanya memilki tahapan yang sama, tentunya dengan
analogi-analogi yang tepat.
5.
Kegagalan dalam implentasi TQM bisa
disimpulkan secara menyeluruh adalah dikarenakan adanya inkonsistensi dari
beberapa atau semua komponen mutu yang ada di sekolah. Oleh karena itu, tidak
boleh ada satupun komponen mutu atau tim TQM yang asal kerja dan bahkan sembrono
dalam melaksanakan tugasnya hingga melakukan kesalahan. Kalaupun itu terjadi,
sang pemimpin di sekolah harus segera mengadakan perbaikan dengan secepatnya,
agar proses mutu itu terus berlangsung dan berkembang sedikit demi sedikit
tanpa terhenti dengan adanya inkonsistensi tersebut.
B. Penutup
Demikianlah
makalah ini kami susun, dalam
segala rangkaian kata-kata dari awal hingga akhir tentu masih banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu tidak ada usaha yang lebih
berharga kecuali melakukan kritik konstruktif setiap elemen pembangun dalam
makalah ini, demi perbaikan dan kebaikan semua pihak. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan kepada pembaca pada umumnya. Aamiin Ya
Rabbal Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa, Menjadi
Kepala Sekolah Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. 9.
Edward Sallis, Total
Quality Management in Education; Manajemen Mutu Pendidikan, Yogyakarta:
IRCiSoD, 2012.
Fandy Tjiptono,
Anastasia Diana, Total Quality Management, Yogyakarta: Andi Offset,
2003.
M.N. Nasution, Manajemen
Mutu Terpadu, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001.
Nana Saodih
Sukmadinata, Ayi Novi Jami’at dan Ahman, Pengendalian Mutu Pendidikan
Sekolah Menengah; Konsep, Prinsip dan Instrumen, Bandung: Refika Aditama,
2006, Cet. 1.
Soewarso
Hardjosoedarmo, Total Quality Manajemen, Yogyakarta: Penerbit Andi,
2004.
Sri Minarti, Manajemen
Sekolah; Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri, Yogyakarta: Arruz
Media, 2011.
Suyadi
Prawirosentono, Filosofi Baru tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad 21, Jakarta:
Bumi Aksara, 2007.
Tim Gama
Jakarta, Kamus Saku Ilmiah Populer, Jakarta: Gama Press, 2010, Cet.1.
Veithrizal
Rivai, Education Management; Analisis Teori dan Praktik, Jakarta: Raja
Grafindo Persada: 2009.
[1] Tim Gama Jakarta, Kamus
Saku Ilmiah Populer, Jakarta: Gama Press, 2010, Cet.1, hal. 278.
[2] Soewarso Hardjosoedarmo,
Total Quality Manajemen, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004, hal. 1.
[3] Veithrizal Rivai,
Education Management; Analisis Teori dan Praktik, Jakarta: Raja Grafindo
Persada: 2009, hal. 479.
[4] E. Mulyasa, Menjadi
Kepala Sekolah Profesional, Cet. 9, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, hal.
483-484.
[5] Nana Saodih Sukmadinata,
Ayi Novi Jami’at dan Ahman, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah;
Konsep, Prinsip dan Instrumen, Bandung: Refika Aditama, 2006, Cet. 1, hal.
12-13.
[6] M.N.
Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001, hal.
150.
[7] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah; Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri, Yogyakarta: Arruz
Media, 2011, hal. 341.
[8] Fandy Tjiptono dan
Anastasia Diana, Total Quality Management, Yogyakarta: Andi Offset, 2003, hlm. 343-346.
[9] Ibid, hlm.
347.
[10] Ibid, hlm.
348-349.
[11] Edward Sallis, Total
Quality Management in Education; Manajemen Mutu Pendidikan, Yogyakarta:
IRCiSoD, 2012, Cet. 16, hal. 245-253.
[12] Suyadi Prawirosentono, Filosofi
Baru tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad 21, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007),
hal. 96-97.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar