FILSAFAT
ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU
Disusun Oleh:
Abdul Fatah, M.Pd.
BAB  I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk
Tuhan yang sempurrna dan istimewa mempunyai ruh, jiwa, akal dan rasa. Dengan
akalnya manusia mampu berpikir, bernalar, dan memahami diri serta
lingkungannya. Pendayagunaan akal tersebut dapat dilakukan melalui filsafat,
karena dengan filsafat sebagai manusia mampu berpikir dan bernalar. Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya.[1]
Sedangkan objek dari filsafat adalah sesuatu yang menjadi bahan dari kajian
dari suatu penelaahan atau penelitian tentang pengetahuan.
Manusia juga memiliki
sifat ingin tahu terhadap segala sesuatu, sesuatu yang diketahui manusia
tersebut disebut pengetahuan. Istilah “pengetahuan” (knowledge) tidak
sama dengan “ilmu pengetahuan” (science). Pengetahuan seorang manusia
dapat berasal dari pengalamannya atau dapat juga berasal dari orang lain.
Beberapa pemikir filsafat menyimpulkan adanya empat gejala tahu, yaitu: manusia
ingin tahu, manusia ingin tahu yang benar, obyek tahu ialah yang ada dan yang
mungkin ada, dan manusia tahu  bahwa ia
tahu. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu.[2]
Sedangkan ilmu adalah
sebagian dari pengetahuan yang memiliki dan memenuhi persyaratan tertentu yang
harus dipenuhi oleh pengetahuan untuk dapat masuk kategori sebagai ilmu
pengetahuan, yaitu: sistematik, general, rasional, objektif, metode, dan dapat
dipertanggungjawabkan.[3] Jadi,
ilmu adalah merupakan pengetahuan, tetapi pengetahuan belum tentu ilmu. Objek
dari ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi dua yaitu materil adalah objek dari
ilmu pengetahuan terhadap sesuatu yang dikaji (seperti manusia, alam, dll) dan
formal adalah objek dari ilmu pengetahuan terhadap sudut pandang dari objek
material.[4]
Ditinjau dari segi
historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan
yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia”
meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain.
Filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan
menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang
secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya,
berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian,
perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya
ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan
baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti
spesialisasi-spesialisasi. Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan
ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta
mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang
mampu mengatasi hal tersebut.
B.  Rumusan Masalah
1.   
Apa itu filsafat?
2.   
Apa itu ilmu?
3.   
Bagaimana hubungan filsafat dengan ilmu?
4.   
Apa itu filsafat ilmu?
5.   
Bagaimana filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian
Filsafat
 Secara etimologis kata filsafat berasal dari
bahasa Yunani philosophia dari kata “philos” berarti cinta atau “philia” (persahabatan, tertarik kepada)
dan “sophos” yang berarti
kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman. praktis, intelegensi).[5]
Dalam bahasa Inggris adalah philosophy.
Filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti dengan mendalam atau cinta dengan
kebijaksanaan.
Secara harfiah,
filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan. Hal ini menunjukkan bahwa manusia
tidak pernah secara sempurna memiliki pengertian menyeluruh tentang segala
sesuatu yang dimaksudkan kebijaksanaan, namun terus menerus harus mengejarnya.
Filsafat adalah pengetahuan yang dimiliki rasio yang menembus dasar-dasar
terakhir dari segala sesuatu. Filsafat menggumuli seluruh realitas, tetapi
teristimewa eksistensi dan tujuan manusia.[6]
Kecintaan pada
kebijaksanaan haruslah dipandang sebagai suatu bentuk proses, artinya segala
usaha pemikiran selalu terarah untuk mencari kebenaran. Orang yang bijaksana
selalu menyampaikan suatu kebenaran sehingga bijaksana mengandung dua makna
yaitu baik dan benar. Sesuatu dikatakan baik apabila sesuatu itu berdimensi
etika, sedangkan benar adalah sesuatu yang berdimensi rasional, jadi sesuatu
yang bijaksana adalah sesuatu yang etis dan logis. Dengan demikian berfilsafat
berarti selalu berusaha untuk berfikir guna mencapai kebaikan dan kebenaran,
berfikir dalam filsafat bukan sembarang berfikir namun berpikir secara radikal
sampai ke akar-akarnya, oleh karena itu meskipun berfilsafat mengandung
kegiatan berfikir, tapi tidak setiap kegiatan berfikir berarti filsafat atau
berfilsafat. Sutan Takdir Alisjahbana menyatakan bahwa pekerjaan berfilsafat
itu ialah berfikir, dan hanya manusia yang telah tiba di tingkat berfikir, yang
berfilsafat.[7]
Guna lebih memahami
mengenai makna filsafat, berikut ini akan dikemukakan definisi filsafat yang
dikemukakan oleh para filsuf:
1.    Plato salah seorang murid Socrates yang hidup
antara 427 – 347 Sebelum Masehi mengartikan filsafat  sebagai pengetahuan tentang segala yang ada,
serta pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
2.    Aristoteles (382 – 322
SM) murid Plato, menurutnya,
filsafat bersifat sebagai ilmu yang umum sekali yaitu ilmu pengetahuan yang
meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika,
retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Dia juga berpendapat bahwa
filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.
3.    Cicero (106 – 43
SM). Filsafat
adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha mencapai hal
tersebut.
4.    Al Farabi (870 – 950
M) adalah seorang Filsuf Muslim yang
mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana
hakikatnya yang sebenarnya.
5.    Immanuel Kant (1724 –
1804). Mendefinisikan filsafat
sebagai ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya
empat persoalan yaitu :
a.   
Metafisika (apa yang dapat kita ketahui).
b.   
Etika (apa yang boleh kita kerjakan).
c.   
Agama (sampai dimanakah pengharapan kita)
d.   
Antropologi (apakah yang dinamakan manusia).
6.    H.C Webb dalam
bukunya History of Philosophy menyatakan bahwa filsafat mengandung pengertian penyelidikan.
Tidak hanya penyelidikan hal-hal yang khusus dan tertentu saja, bahkan
lebih-lebih mengenai sifat – hakekat baik dari dunia kita, maupun dari cara
hidup yang seharusnya kita selenggarakan di dunia ini.
7.    Harold H. Titus dalam
bukunya Living Issues in Philosophy mengemukakan beberapa pengertian filsafat yaitu :
a.    Philosophy is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah sikap terhadap kehidupan dan alam semesta).
b.    Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry (Filsafat adalah
suatu metode berfikir reflektif dan pengkajian secara rasional)
c.    Philosophy is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok masalah)
Dari beberapa
pengertian di atas nampak bahwa ada pokok-pokok definisi dari para ahli yang
menekankan pada:
1.    Subtansi, cakupan, dan upaya pencapaian dari apa
yang dipikirkan dalam berfilsafat.
2.    Upaya penyelidikan tentang substansi yang baik
sebagai suatu keharusan dalam hidup di dunia.
3.    Dimensi-dimensi filsafat dari mulai sikap,
metode berfikir, substansi masalah, serta sistem berfikir.
Bila diperhatikan
secara seksama, nampak pengertian-pengertian tersebut lebih bersifat saling
melengkapi, sehingga dapat dikatakan bahwa berfilsafat berarti penyelidikan
tentang apanya, bagaimananya, dan untuk apanya. Dalam konteks ciri-ciri berfikir
filsafat, yang bila dikaitkan dengan
terminologi filsafat tercakup dalam ontologi
(apanya), epistemologi
(bagaimananya), dan axiologi (untuk
apanya).
B.  Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab,
masdar dari ‘alima – ya’lamu yang
berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu diartikan
sebagai Idroku syai bi haqiqotih(mengetahui
sesuatu secara hakiki). Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya  dipadankan 
dengan  kata  science,
sedang pengetahuan dengan knowledge.
Dalam bahasa Indonesia 
1.    Pengertian ilmu dapat
didentifikasi bahwa salah satu sifat ilmu adalah koheren yakni tidak
kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan berkenaan dengan metode pengembangan
ilmu, ilmu memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat.
Artinya, usaha untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu dilakukan melalui
pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang memiliki keterandalan dan
keabsahan yang tinggi, serta penarikan kesimpulan yang memiliki akurasi dengan
tingkat siginifikansi yang tinggi pula. Bahkan dapat memberikan daya prediksi
atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.[10]
2.    Aristoteles memandang ilmu sebagai pengetahuan
demonstratif tentang sebab-sebab hal.[11]
Sementara itu The
Liang Gie menyatakan dilihat dari ruang lingkupnya pengertian ilmu adalah sebagai berikut :
1.    Ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk
menyebutkan segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai suatu kebulatan.
Jadi ilmu mengacu pada ilmu seumumnya;
2.    Ilmu menunjuk pada masing-masing bidang
pengetahuan ilmiah yang mempelajari pokok soal tertentu, ilmu berarti cabang
ilmu khusus.[12]
Dari pengertian di
atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi bukan sembarang
pengetahuan melainkan pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun
secara sistematis, dan untuk mencapai hal itu diperlukan upaya mencari
penjelasan atau keterangan. Lebih jauh dengan memperhatikan
pengertian-pengertian Ilmu sebagaimana diungkapkan di atas, dapatlah ditarik
beberapa kesimpulan berkaitan dengan pengertian ilmu yaitu :
1.    Ilmu adalah sejenis pengetahuan
2.    Tersusun atau disusun secara sistematis
3.    Sistimatisasi dilakukan dengan menggunakan
metode tertentu
4.    Pemerolehannya dilakukan dengan cara studi,
observasi, eksperimen.
Dengan demikian
sesuatu yang bersifat pengetahuan biasa dapat menjadi suatu pengetahuan ilmiah
bila telah disusun secara sistematis serta mempunyai metode berfikir yang
jelas, karena pada dasarnya ilmu yang berkembang dewasa ini merupakan akumulasi
dari pengalaman/pengetahuan manusia yang terus dipikirkan, disistimatisasikan,
serta diorganisir sehingga terbentuk menjadi suatu disiplin yang mempunyai
kekhasan dalam objeknya.
C.  Hubungan
Filsafat dengan Ilmu
Secara historis antara
ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya
mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran
manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara
tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya
melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih
memahami khazanah intelektual manusia.
Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas mengenai
hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus
perbedaan antara ilmu dan filsafat, disamping dikalangan ilmuwan sendiri
terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, dimikian
juga dikalangan filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas
filsafat.
Adapun persamaan
(lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya
menggunakan metode berpikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami
fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun
ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat komitmen pada kebenaran,
disamping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis. 
Sementara itu
perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana ilmu
mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif
dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi
data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas
gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara
menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam
berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan
sinoptis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan
secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan
bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan
skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara
temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral, dan seni.[13]
Perbedaan ilmu dan
filsafat secara jelas dapat diamati pada tabel berikut.
| 
ILMU | 
FILSAFAT | 
| 
mengkaji bidang yang terbatas | 
mengkaji pengalaman secara menyeluruh,
  bersifat inklusif | 
| 
ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif
  dalam pendekatannya | 
bersifat sintetis dan sinoptis | 
| 
ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan
  klasifikasi data pengalaman indra | 
pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam
  mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang
  lebih luas | 
| 
berupaya untuk menemukan hukum- hukum atas
  gejala- gejala | 
mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu
  dengan klaim agama, moral, dan seni. | 
| 
kebenarannya sepanjang pengalaman | 
Kebenarannya sepanjang pemikiran | 
Dengan memperhatikan
paparan tersebut nampak bahwa filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan
menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab
oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri
bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun
demikian filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya
yakni berpikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan
yang berbeda.
Dengan demikian, ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat
empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba
mencari jawaban terhadap masalah-masalah
yang tidak bisa dijawab oleh ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan
Agama merupakan jawaban terhadap
masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat
mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba (1976). Pengetahuan ilmu lapangannya
segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen); batasnya sampai
kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat:
segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami
(bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam namun demikian  ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang diluar
alam, yang disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara
itu Oemar Amin Hoesin (1964)
mengatakan bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat
memberikan hikmat. Dari sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai
wilayah kajiannya sendiri-sendiri.[14]
Meskipun filsafat ilmu
mempunyai substansinya yang khas, namun dia merupakan bidang pengetahuan
campuran yang perkembangannya tergantung pada hubungan timbal balik dan saling
pengaruh antara filsafat dan ilmu, oleh karena itu pemahaman bidang filsafat
dan pemahaman ilmu menjadi sangat penting, terutama hubungannya yang bersifat
timbal balik, meski dalam perkembangannya filsafat ilmu itu telah menjadi
disiplin yang tersendiri dan otonom dilihat dari objek kajian dan telaahannya.
D.  Pengertian
Filsafat Ilmu
Defenisi   filsafat  ilmu tidak
terlepas dari kata filsafat dan ilmu  filsafat adalah berfikir secara mendalam
tentang sesuatu tanpa melihat dogma dan agama dalam mencari kebenaran sedang
ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang(pengetahuan) yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan  untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang itu. Sebagaimana yang di rumuskan
para ahli  Sebagaimana yang dikutip A. Susanto dalam Filsafat Ilmu 
sebagai  berikut  :
1.    Menurut 
Berry  Filsafat  Ilmu  adalah penelaahan tentang  logika
intern  dan  teori – teori  ilmiah  dan  hubungan –
hubungan   antara  percobaan  dan teori,  yakni
tentang  metode  ilmiah. Bagi  Berry, filsafat  ilmu 
adalah  ilmu  yang  di pakai  untuk menelaah  tentang
 logika, teori – teori  ilmiah  serta  upaya 
pelaksanaannya  untuk  menghasilkan suatu metode atau 
teori  ilmiah.
2.    May 
Brodbeck, Filsafat  ilmu  adalah suatu  analis netral 
yang  secara  etis  dan  falasafi, pelukisan  dan
penjelasan  mengenai  landasan – landasan  ilmu 
menurut  Brodbck, ilmu  itu  harus  bisa 
menganalisis, menggali, mengkaji  bahkan melukiskannya  sesuatu 
secara  netral , etis  dan filosofis  sehingga  ilmu 
itu  bisa di  manfaatkan secara  benar dan relevan.
3.    Lewis 
White, Filsafat  ilmu  atau  philosophy  of science 
adalah  ilmu  yang  mengkaji  dan  mengevaluasi 
metode – metode  pemikiran  ilmiah  serta  mencoba 
menemukan dan pentingnya  upaya  ilmiah  sebagai 
suatu  keseluruhan.Lebih jauh   Lewis menjelaskan  
Filsafat  ilmu  adalah  ilmu  yang mempertanyakan 
dan  menilai  metode – metode pemikiran  ilmiah 
serta  mencoba menetapkan  nilai  dan pentingnya 
usaha  ilmiah  sebagai  suatu  keseluruhan. Melalui 
filsafat  ilmu  ini  kita  akan mampu  memahami 
dan menetapkan  akan  arti  pentingnya  usaha  ilmiah,
sebagai  suatu  keseluruhan.
4.    A.
Cornelius  Benyamin, mengemukakan  bahwa filsafat  ilmu 
adalah  studi  sistematis  mengenai  sifat  dan 
hakikat  ilmu, khususnya  yang  berkenaan  dengan 
metodenya,  konsepnya, kedudukannya  di  dalam skhema umum 
disiplin intelektual. Benyamin lebih melihat  sifat  dan
hakikat  ilmu  ditinjau  dari  aspek  metode, konsep,
dan kedudukannya  dalam disiplin keilmuan.
5.    Robert 
Ackermann filsafat  ilmu  adalah sebuah  tinjauan  kritis
tentang  pendapat – pendapat  ilmiah  dewasa  ini dengan
perbandingan  terhadap  pendapat – pendapat  lampau 
yang  telah dibuktikan  atau  dalam  rangka  ukuran –
ukuran  yang  dikembangkan   dari  pendapat –
pendapat  demikian itu, tetapi  filsafat  ilmu 
demikian  jelas  bukan  suatu  cabang  ilmu 
yang  bebas  dari  praktik  ilmiah senyatanya .[15]
6.    Jujun 
S, Suriasumantri  menjelaskan  bahwa  filsafat  ilmu 
merupakan  suatu pengetahuan  atau  epistemologi 
yang  mencoba  menjelaskan  rahasia  alam  agar 
gejala  alamiah  tak  lagi  merupakan  misteri,
secara  garis  besar, Jujun  menggolongkan pengetahuan 
menjadi  tiga  kategori  umum, yakni  1) pengetahuan 
tentang  yang  baik dan  yang  buruk  yang 
disebut juga  dengan  etika  2) pengetahuan tentang 
indah  dan jelek,  yang  disebut  dengan estetika 
atau  seni   3)  pengetahuan  tentang  yang
benar  dan salah, yang  disebut  dengan  logika.[16]
Berdasarkan beberapa pendapat  para  ahli
diatas  dapat disimpulkan  bahwa filsafat ilmu merupakan telaah
kefilsafatan  yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, baik
ditinjau dari segi ontologis, epistemologis maupun aksiologisnya. Dengan kata
lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang
secara spesifik  mengkaji  hakikat ilmu.
E.  Filsafat Ilmu
sebagai Landasan Pengembangan Ilmu
Banyak pendapat mengenai fungsi filsafat ilmu yang
dikemukakan oleh para ahli, antara lain memberi landasan filosofis untuk
memahami berbagai konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu maupun membekali
kemampuan membangun teori ilmiah.[17]
Jadi, filsafat ilmu sangat berperan dalam memahami konsep atau teori ilmu untuk
membangun toeri ilmiah melalui landasan filosofis melalui kajian filsafat.
Ruang lingkup bidang
kajian filsafat ilmu mengalami perkembangan secara terus menerus, hal ini tidak
terlepas dengan interaksi antara filsafat dan ilmu yang makin intens. Bidang
kajian yang menjadi telaahan filsafat ilmu pun berkembang dan diantara para
ahli terlihat perbedaan dalam menentukan lingkup kajian filsafat ilmu, meskipun
bidang kajian induknya cenderung sama. Perbedaannya lebih terlihat dalam
perincian topik telaahan.
Dalam ilmu pendidikan,
filsafat ilmu menempati posisi secara analog dengan ilmu pengetahuan yang lain
dengan mengajukan permasalahan dalam bentuk pertanyaan. Pada dasarnya filsafat
ilmu merupakan telahaan berkaitan dengan objek apa yang ditelaah oleh ilmu
(ontologi), bagaimana proses pemerolehan ilmu (epistemologi), dan bagaimana
manfaat ilmu (axiologi), oleh karena itu lingkup induk telaahan filsafat ilmu
adalah:
1.    Ontologi
2.    Epistemologi
3.    Axiologi
Memanfaatkan filsafat
ilmu sebagai titik tolak membuat kita bisa menjelajah berbagai filsafat
pengetahuan lainnya termasuk di dalamnya filsafat ilmu pendidikan. Filsafat di
sini merupakan pengetahuan tentang hakikat. Substansi dari hakikat adalah
paradigma dasar dari pengetahuan. Paradigma diartikan sebagai cara memandang
sesuatu. Dalam ilmu pengetahuan dimaknai sebagai model, pola, ideal. Dari
model-model ini fenomen yang dipandang dijelaskan. Juga diartikan sebagai dasar
untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem
riset.[18]
Terkait dengan peranan
filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pendidikan maka tidak lepas
dari induk telaahannya yaitu ontologi. Ontologi berkaitan tentang apa obyek
yang ditelaah ilmu pendidikan, dalam kajian ini mencakup masalah realitas
pendidikan dan kenampakannya (reality
and appearance). Realitas adalah „apa
yang nyata atau ada eksistensinya,
sedangkan kenampakan adalah yang „nampaknya saja nyata.[19]
Juga bagaimana hubungan kedua hal tersebut dengan subjek/manusia. Epistemologi
dipandang identik dengan teori pengetahuan. Pada saat sekarang teori
pengetahuan tidak mungkin diabaikan. Epistemologi ilmu pendidikan berkaitan dengan
bagaimana proses diperolehnya ilmu pendidikan, bagaimana prosedurnya untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah yang benar. Axiologi berkaitan dengan apa manfaat
ilmu pendidikan, bagaimana hubungan etika dengan ilmu, serta bagaimana
mengaplikasikan ilmu pendidikan dalam kehidupan. Ruang lingkup telaahan
filsafat ilmu sebagaimana diungkapkan di atas di dalamnya sebenarnya menunjukan
hal-hal yang dikaji dalam filsafat ilmu. Masalah-masalah dalam filsafat ilmu
pada dasarnya menunjukan topik-topik kajian yang dapat masuk ke dalam salah
satu lingkup filsafat ilmu pendidikan. Adapun masalah-masalah tersebut adalah:
1.    masalah-masalah metafisis
2.    masalah-masalah epistemologis
3.    masalah-masalah metodologis
4.    masalah-masalah logis
5.    masalah-masalah etis
6.    masalah-masalah tentang estetika
Metafisika merupakan
telaahan atau teori tentang yang ada,
istilah metafisika ini terkadang dipadankan dengan ontologi, karena sebenarnya
metafisika juga mencakup telaahan lainnya seperti telaahan tentang bukti-bukti
adanya Tuhan. Epistemologi merupakan
teori pengetahuan dalam arti umum baik itu kajian mengenai pengetahuan biasa,
pengetahuan ilmiah, maupun pengetahuan filosofis, metodologi ilmu adalah telaahan atas metode yang dipergunakan oleh suatu ilmu, baik dilihat dari struktur
logikanya, maupun dalam hal validitas metodenya. Masalah logis berkaitan dengan telaahan mengenai kaidah-kaidah
berfikir benar, terutama berkenaan dengan metode deduksi. Problem etis berkaitan dengan aspek-aspek moral dari suatu ilmu,
apakah ilmu itu hanya untuk ilmu, ataukah ilmu juga perlu memperhatikan
kemanfaatannya dan kaidah-kaidah moral masyarakat. Sementara itu masalah estetis berkaitan dengan dimensi keindahan atau nilai-nilai keindahan
dari suatu ilmu, terutama bila berkaitan dengan aspek aplikasinya dalam kehidupan
masyarakat.[20]
BAB III
KESIMPULAN
A.  Kesimpulan
1.    Secara etimologis kata filsafat berasal dari
bahasa Yunani philosophia dari kata “philos” berarti cinta atau “philia” (persahabatan, tertarik kepada)
dan “sophos” yang berarti
kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman. praktis, intelegensi). Berfilsafat
berarti penyelidikan tentang apanya, bagaimananya, dan untuk apanya. Dalam
konteks ciri-ciri berfikir filsafat, yang
bila dikaitkan dengan terminologi filsafat tercakup dalam ontologi (apanya), epistemologi
(bagaimananya), dan axiologi (untuk
apanya).
2.    Ilmu
merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu
secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku
syai bi haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam bahasa Inggeris
Ilmu biasanya  dipadankan  dengan 
kata  science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia 
3.    Ilmu mengkaji
hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh ilmu dan jawabannya
bersifat spekulatif, sedangkan Agama
merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh
filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis.
4.    filsafat
ilmu merupakan telaah kefilsafatan  yang ingin menjawab pertanyaan mengenai
hakikat ilmu, baik ditinjau dari segi ontologis, epistemologis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik  mengkaji 
hakikat ilmu.
5.    Terkait dengan peranan filsafat ilmu sebagai
landasan pengembangan ilmu pendidikan maka tidak lepas dari induk telaahannya
yaitu ontologi. Ontologi berkaitan tentang apa obyek yang ditelaah ilmu
pendidikan, dalam kajian ini mencakup masalah realitas pendidikan dan
kenampakannya (reality and appearance). Juga bagaimana hubungan
kedua hal tersebut dengan subjek/manusia. Epistemologi dipandang identik dengan
teori pengetahuan. Epistemologi ilmu pendidikan berkaitan dengan bagaimana
proses diperolehnya ilmu pendidikan, bagaimana prosedurnya untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah yang benar. Axiologi berkaitan dengan apa manfaat ilmu
pendidikan, bagaimana hubungan etika dengan ilmu, serta bagaimana
mengaplikasikan ilmu pendidikan dalam kehidupan.
B.  Penutup
Demikianlah makalah ini saya susun, dalam segala
rangkaian kata-kata dari awal hingga akhir tentu masih banyak kekurangan dan
kesalahan, untuk itu tidak ada usaha yang lebih berharga kecuali melakukan
kritik konstruktif setiap elemen pembangun dalam makalah ini, demi perbaikan
dan kebaikan semua pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan kepada pembaca pada umumnya. Aamiin Ya Rabbal Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
A. Susanto. 2011.
Filsafat Ilmu; Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis dan
Aksiologis. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Soetrisno, Rita
Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penenlitian. CV. Andi Offset.
Yogyakarta.
Maufur. 2008. Filsafat
Ilmu. CV. Bintang Warli Artika. Bandung.
Bagus, Lorens. 1996. Kamus
Filsafat. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sutan
Takdir Alisjahbana. 1981. Pembimbing ke
Filsafat. Dian Rakyat. Jakarta. 
Uhar
Suharsaputra. 2004. Filsafat Umum
Jilid I.Universitas Kuningan. Jakarta.
Depdikbud.
1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka. Jakarta. 
Jujun S Suriasumantri.
1996. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinara Harapan.  Jakarta.
Ismaun. 2004. Filsafat
Ilmu. UPI. Bandung.
Hamdani Ali. 1986. Filsafat Pendidikan. Kota Kembang. 
Yogyakarta.
[1] A. Susanto, Filsafat Ilmu;
Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis dan Aksiologis, PT.
Bumi Aksara, Jakarta, 2011, hlm. 11.
[2] Soetrisno, Rita Hanafie, Filsafat
Ilmu dan Metodologi Penenlitian, CV. Andi Offset, Yogyakarta, 2007, hlm. 9.
[3] Maufur, Filsafat Ilmu,
CV. Bintang Warli Artika, Bandung, 2008, hlm. 32-34.
[4] A. Susanto, Op.cit., hlm.
78.
[6] Ibid, hlm.242-243.
[9] Ibid, hlm. 45.
[15] A. Susanto, Op.cit.,  hlm. 
49-50.
[16] Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinara Harapan,  Jakarta, 1996, hlm. 33.
[17] Ismaun, Filsafat Ilmu,
UPI, Bandung, 2004, hlm. 21.
[20] Ibid, hlm. 7-8.
 
